Meningkat, Permintaan Bahan Baku Jamu
Permintaan bahan baku jamu untuk keperluan industri jamu cenderung terus mengalami peningkatan. Selama ini, bahan baku jamu habis untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.
Hal itu diungkapkan Direktur Operasional PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk, David Hidayat kepada wartawan di sela-sela peletakan batu pertama perluasan pabrik bahan baku jamu PT Semarang Herbal Indo Plant (SHIP), di areal pabrik Sido
Muncul, Bergas, Kabupaten Semarang.
Hadir melakukan peletakan batu pertama, yakni Menteri Perindustrian MS Hidayat. Batu yang digunakan dalam peletakan batu pertama didatangkan khusus dari Aceh. Pada 2010, batu pertama pembangunan pabrik SHI, batu didatangkan khusus dari Papua, yang memiliki arti dan filosofi “terbitnya matahari dari timur yang akan memberikan cahaya bagi semua”.
Sebelumnya, PT SHIP menempati areal 10 hektare dengan luas bangunan 4.000 m2. Kini, diperluas 4.000 m2 lagi dengan kapasitas produksi tiga kali lebih besar.
”Dengan perluasan dan penambahan mesin baru, kapasitas produksi daris emula 3.750 kg perhari, ditargetkan meningkat menjadi 11.250 kg perhari,” ujarnya.
Mesin pabrik baru, kata David, juga makin efisien karena dilengkapi teknologi yang mampu mengembalikan alkohol hampir 100 persen. Proses pembangunan hingga beroperasi diperkirakan memakan waktu enam bulan. Nilai investasi perluasan pabrik ini sebesar Rp 95 miliar.
David mengakui, selama ini produk ekstrak PT SHIP habis untuk memenuhi kebutuhan Sido Mucul sendiri, dan beberapa pabrik jamu lainnya di wilayah Jawa Tengah.
”Dulu, permintaan dari luar negeri selalu kita tolak karena tak mampu memenuhi. Produksi 100 persen habis untuk pabrik kita sendiri,” ujarnya.
Kini, dengan perluasan pabrik, ditargetkan dapat memenuhi permintaan beberapa negara, seperti Jepang dan Taiwan, yang umumnya memesan ekstrak tunggal temulawak.
Presdir Sido Muncul Irwan Hidayat mengungkapkan, dengan perluasan pabrik bahan baku PT SHIP, selain untuk meningkatkan kapasitas produksi, juga dapat memperpendek matarantai distribusi, meningkatkan kualitas obat-obatan alam, efisiensi, standardisasi, dan memiliki nilai tambah terutama untuk membantu petani menampung hasil panen pada saat harga turun.
Khusus untuk produk Tolak Angin, bulan Maret sudah mulai dibangun pabrik baru. Hal itu terkait tingginya permintaan konsumen akan produk ini. Tahun lalu, penjualan Tolak Angin naik hingga 32 persen.
Sumber: suarapembaruan.com