Apr02

Tags

Related Posts

Hari Peduli Autisme Sedunia

FacebookTwitterGoogle+Share

Sejak tahun 2008, Perserikatan Bangsa Bangsa telah menetapkan adanya World Autism Awareness Day (WAAD) atau Hari Peduli Autisme Sedunia pada setiap tangal 2 April. Ini menunjukkan betapa persoalan autisme demikian penting dan membutuhkan perhatian dari semua pihak dan dari seluruh dunia.
Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya-tanya, apakah autisme itu?
Maka marilah kita mengenal sedikit tentang autisme.

AUTISME adalah Gangguan Perkembangan Neurobiologis yang kompleks, yang mencakup gangguan dalam aspek Komunikasi, aspek Interaksi Sosial dan adanya Tingkah Laku Repetitive (dilakukan secara berulang kali) tertentu yang khas. Gejala gangguan perkembangan autisme ini muncul saat anak sebelum berusia tiga tahun. Berarti, jika perkembangan anak sejak lahir sampai usia tiga tahun baik-baik saja atau tidak menunjukkan gejala tidak normal, maka setelah usianya lebih dari tiga tahun, ia tidak akan bisa tiba-tiba menjadi Autis. Beberapa gejala autisme antara lain adalah:

Gangguan dalam aspek Komunikasi:
• Terlambat bicara atau kemampuan bicaranya tidak cukup berkembang.
• Ketidakmampuan dalam komunikasi non verbal seperti tidak bisa menggunakan atau tidak memahami bahasa tubuh dan mimik untuk berkomunikasi.
• Kalaupun bisa berkata-kata, tetapi kata-katanya tidak bermakna (mengeluarkan kata-kata yang tidak berarti), atau sering mengulang kata-kata tanpa mengerti artinya. Misalnya jika ditanya maka jawabannya ialah mengulang pertanyaannya tersebut. Seperti misalnya anak ditanya: ”Kamu mau ke mana?” Maka jawabannya ialah: “kamu mau ke mana”.

Gangguan dalam aspek Interaksi Sosial:
• Dipanggil namanya tidak menoleh, padahal pendengarannya normal (hal ini terus menerus terjadi dan dalam kurun waktu yang lama).
• Menghindari kontak mata jika diajak bicara.
• Tidak mau bermain dengan teman sebaya sesuai dengan tingkatan usianya.
• Tidak mampu memperlihatkan kepada orang lain tentang ketertarikannya pada sesuatu.
• Tidak bisa menunjuk dengan jarinya suatu obyek tertentu untuk menunjukkkan ketertarikannya.
• Tidak bisa secara interaktif menirukan gerakan atau permainan bersama dengan orang lain, seperti misalnya anak berusia lebih dari setahun tidak bisa bertepuk tangan meskipun sudah berulang kali diajari.

Adanya minat yang sangat terbatas dan tingkah laku repetitive yang khas:
• Sangat tertarik terhadap obyek atau hal tertentu secara berlebihan dan terus menerus. Misalnya sangat tertarik pada benda yang berputar dan atau menatapi obyek tertentu secara berlebihan dan dalam waktu yang lama.
• Melakukan tingkah laku atau gerakan motorik tertentu yang tidak lazim secara berulang, berputar-putar, mengetuk-ngetukan benda terus menerus dan berjalan jinjit.
• Sebagian individu dengan autisme ada yang hiperaktif, sebagian lagi ada yang hipoaktif (sangat pasif).
• Mempunyai rutinitas tertentu secara kaku dan sulit menerima perubahan baru. Misalnya jika pergi ke suatu tempat hanya mau melewati satu rute jalan tertentu dan tidak mau jika melewati jalan alternatif yang lainnya.
• Banyak pula penyandang autisme yang mengalami gangguan sensori, seperti sangat peka terhadap rangsang suara tertentu atau terhadap rangsang penglihatan atau perabaan tertentu. Misalnya ada individu autistik yang sangat peka serta tidak nyaman dengan suara AC, suara Hair Dryer atau suara dari Siraman Air Kloset. Ada pula yang sangat peka terhadap sentuhan atau perabaan, sehingga menghindar jika dipeluk atau tidak tahan jika ada label di kerah bajunya. Batas ambang rangsang pada banyak individu autistik tidak sebagaimana orang lain pada umumnya, bisa terlalu peka atau sebaliknya sangat tidak peka, misalnya tidak merasa sakit jika terjatuh atau disuntik.

Selain itu, individu dengan autisme sering pula mengalami permasalahan dalam emosi, seperti misalnya: Tiba-tiba menangis secara tidak lazim atau tanpa sebab yang jelas; takut terhadap sesuatu yang bagi banyak orang tidak menakutkan dan acap kali mengamuk atau temper tantrum.

Demikian di atas adalah beberapa gejala atau ciri yang bisa terjadi pada individu dengan autisme. Pada diagnosa autisme, gangguan yang terjadi haruslah mencakup ketiga aspek, yaitu aspek adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial dan adanya tingkah laku repetitive tertentu yang khas autisme. Jadi apabila misalnya ada seseorang yang hanya mengalami ganguan dalam komunikasi dan tidak ditemukan tingkah laku repetitive yang khas, maka ia tidak tergolong ke dalam autisme.

Macam gejala dan intensitas dari gejala-gejala pada masing-masing individu yang tergolong autisme juga bisa tidak sama atau sangat bervariasi, dari yang hanya sedikit gejalanya sampai yang banyak dan berat. Keadaan para penyandang autisme berkisar pada rentang gradasi yang sangat luas, sehingga autisme disebut juga sebagai suatu Spektrum, yaitu Autism Spectrum Disorder(ASD), atau Gangguan Spektrum Autisme. Jadi, meskipun ada dua individu yang sama-sama tergolong autisme misalnya, maka masing-masingnya bisa mempunyai gejala yang berbeda dan intensitas gejalanya juga bisa berbeda.

Hal-hal yang dikemukanan di atas bukan merupakan kriteria diagnosa autisme yang selengkapnya, untuk menentukan diagnosa autisme tentunya tidaklah bisa dilakukan dengan mudah begitu saja, dalam hal ini diperlukan pemeriksaan yang seksama oleh para ahli yang mengerti tentang autisme, dengan menggunakan kriteria diagnose tertentu, seperti kriteria diagnose yang tercantum dalam DSM-4 atau yang sekarang baru berlaku DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual, Fifth Edition).

Autisme adalah merupakan gangguan perkembangan yang permasalahannya ada pada susunan syaraf pusat atau syaraf di dalam otak. Autisme bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gangguan perkembangan, oleh karena itu, autisme juga tidaklah menular.

Terjadinya autisme pada seseorang utamanya bukan karena kesalahan orangtua dalam mengasuh atau mendidik anaknya, bukan pula karena orangtua tidak memberi kasih sayang yang cukup kepada anak, tetapi ini adalah gangguan neorologis.

Autisme bisa terjadi pada siapa saja tanpa pandang asal usul suku, ras, status sosial ekonomi, pendidikan dan pekerjaan orangtua dan tempat asal. Kenyataan menunjukkan, frekuensi terjadinya autisme pada laki-laki lebih banyak daripada pada perempuan, perbandinangannya antara laki-laki dan perempuan menyandang autisme ialah 4:1 (empat berbanding satu).

Kecerdasan dari para penyandang autisme sangat bervariasi dari yang relatif rendah sampai dengan tinggi. Maksudnya, sebagian dari penyandang autisme ada yang disertai dengan kecerdasan yang tergolong rendah, tetapi ada pula yang kecerdasannya tergolong rata-rata dan ada juga yang di atas rata-rata atau tinggi. Jadi autisme berbeda dengan mental retardation atau retardasi mental ataupun down syndrome. Kriteria diagnosa autisme dan retardasi mental itu juga adalah berbeda.

Adapun penyebab utama autisme yang dapat dijelaskan secara gamblang sampai saat ini masih dalam penelitian para ahli. Masih banyak misteri atau hal yang belum diketahui secara pasti dan jelas tentang penyebab autisme ini. Saat ini penyebab autisme dapat dikatakan merupakan gabungan dari beberapa faktor yang kompleks (Multi factorial), antara lain gabungan dari kerentanan genetik yang merupakan predisposisi dan faktor pencetus yang berasal dari lingkungan dan makanan, antara lain keracunan logam berat. Merkuri dan timbal hitam misalnya diketahui merupakan zat berbahaya yang dapat mempengaruhi syaraf otak.

Prevalensi atau banyaknya jumlah penyandang autisme di dunia menunjukkan angka yang cukup tinggi. Di US misalnya, prevalensi pada anak-anak yang mengalami spektrum autisme saat ini ialah mencapai 1:88 (data dari US Centers for Disease Control and Prevention). Di Indonesia meskipun belum ada data statistik yang jelas, jumlah penyandang spektrum autisme juga cukup banyak, demikian pula di banyak negara lainnya.

Autisme Jakarta

Walk For Autisme di Jakarta, Indonesia (photo credit: Drs. Stanley Bratawira)

 

Permasalahan yang berkaitan dengan autisme ternyata cukup banyak dan rumit. Ini mencakup tentang penelitian; pendidikan dan terapi khuhus yang diperlukan; bagaimana keluarga menghadapi berbagai persoalan sehari-hari sekitar penyandang autisme itu; persoalan pada metabolisme tubuh yang mungkin ada pada penyandang autisme; dukungan dari pemerintah dan masyarakat serta masalah persepsi dan penerimaan dari masyarakat yang masih perlu terus menerus ditingkatkan.

Dalam rangka kampanye peduli autisme, pada taggal 2 April dan sekitarnya, di berbagai gedung, bangunan dan tempat ternama di dunia akan diterangi lampu berwarna biru pada malam hari (gerakan Light It Up Blue).

Salah satu bentuk kampanye peduli autisme lainnya ialah kegiatan “Walk for autism”, yang di Indonesia juga sudah diadakan. Salah satu kegiatan Walk For Autism (W4A) di US tahun 2014 ini, akan diadakan di Pasadena Rose Bowl pada tanggal 26 April. Ini adalah Walk For Autism yang tergolong besar dari segi jumlah peserta maupun pengumpulan dananya, pesertanya bisa mencapai sekitar 40.000 orang.

Penulis: Drs. Stanley Bratawira, Psikolog dan aktivis Kampanye Peduli Autisme Indonesia.

===============================================================

“Neurotypical” film courtesy by PBS

Neurotypical is an unprecedented exploration of autism from the point of view of autistic people themselves. Four-year-old Violet, teenaged Nicholas and adult Paula occupy different positions on the autism spectrum, but they are all at pivotal moments in their lives. How they and the people around them work out their perceptual and behavioral differences becomes a remarkable reflection of the “neurotypical” world — the world of the non-autistic — revealing inventive adaptations on each side and an emerging critique of both what it means to be normal and what it means to be human.

Original link: http://www.pbs.org/pov/neurotypical/full.php#.Uz8To_kVry4