4,5 Juta TKI Terancam Tak Bisa Ikut Pemilu
Migrant Care menyatakan 4,5 juta tenaga kerja Indonesia yang berada di sejumlah negara terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2014 karena belum terdaftar sebagai pemilih.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah hari Rabu (19/3) mengatakan saat ini terdapat 6,5 juta tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, sementara Komisi Pemilihan Umum hanya menetapkan daftar pemilih tetap TKI sebanyak 2 juta 10 ribu orang.
Dari jumlah tersebut lanjut Anis 157.652 masih ditemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda, tidak ada nomor paspor, anak di bawah umur dimasukan, warga negara asing juga masuk serta orang yang telah meninggal tetap dimasukan dalam DPT.
Lembaga penyelenggara pemilu kata Anis seharus memprioritaskan pendataan secara serius sehingga persoalan yang sama tidak terus terjadi. Pendataan di luar negeri kata Anis sebenarnya bisa menggunakan pendataan berbasis data imigrasi dan data penempatan.
Penyelenggara pemilu menurut Anis jangan hanya mengharapkan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang aktif melaporkan ke Kedutaan terkait keberadaan mereka sementara pemerintah sendiri pasif.
Anis mengatakan, “Untuk mendeteksi berapa sih sebenarnya yang sesungguhnya kemudian mereka ada di mana itu kan penting sekali karena ini soal pelanggaran konstitusional kalau sampai tidak terakui keberadaan mereka, pemerintah hanya mengakui remitensinya itukan bahaya sekali.”
Anis Hidayah menambahkan penyelenggaran pemilu di luar negeri sangat rawan kecurangan.
Potensi pelanggarannya itu lanjut Anis banyak duta besar yang memiliki afiliasi politik dengan partai tertentu dan itu berpotensi menyalahgunakan kekuasaannya dengan fasilitas perwakilan untuk menfasilitasi calon tertentu untuk mendapat suara.
Kerawanan kecurangan juga terjadi karena , di luar negeri sistem pemilihannya tidak hanya menggunakan TPS seperti di Indonesia tetapi ada pemilihan dengan dropping box dan melalui pos .
“Bagaimana memastikn dropping boxnya itu steril dari kepentingan politik tertentu, disalahgunakan itu kan juga susah karena pada pemantau pada tahun 2009 kita juga tidak mengikuti dropping box sampai ke pabrik-pabrik sehingga ada pada pemilu 2009 itu caleg yang dicoblos dari 1 dropping box , 30 ribu suara satu coblosan untuk caleg tersebut kan itu tidak mungkin kalau tidak ada transaksi suara. Begitu juga yang melalui pos,” tambah Anis Hidayah.
Sementara itu, Ahli Tim Teknologi KPU Partono Samino mengatakan masih adanya buruh migran yang belum terdata juga disebabkan karena banyaknya TKI yang tidak berdokumen di luar negeri sehingga sulit terdata.
Menurutnya data yang diterima KPU adalah mereka yang terdata di KBRI.
“Karena di luar negeri sebaran pemilih kita sangat besar kemudian petugas KPU juga sangat terbatas.Buruh migran kita yang ada di Malaysia, Hongkong tidak sedikit yang tak berdokumen sehingga ini menyulitkan KPU untuk mendata mereka,” ujar Partono Samino.
(Fathiyah Wardah/VOA)